about my blog ?

Jumat, 17 Februari 2012

MALAIKAT TANPA SAYAP :)



MALAIKAT TANPA SAYAP
Sutradara : Rako Prijanto
Produksi : Starvision, 2012
"Embun tak perlu warna untuk membuat daun tidak jatuh cinta padanya".
"Mencintai bukan berarti memiliki. Mencintai berarti siap untuk pergi, atau siap ditinggal pergi".
"Kamu akan berdegup dengan jantungku. Jantung kita".
            Kadang saya bingung, kenapa seorang Rako Prijanto, yang notabene penulis quote-quote puitis di salah satu film terbaik yang kita punya, 'Ada Apa Dengan Cinta?' serta sudah menelurkan 'Ungu Violet' dan 'Merah Itu Cinta', keduanya adalah romantisme sinema Indonesia yang cukup baik itu, mau buang-buang waktu dengan sekumpulan karya banyolan yang sama sekali tak penting. Okelah, 'Ungu Violet' mungkin penuh dengan tudingan plagiat terhadap sebuah klip musik Korea dari grup mereka, Kiss, 'Because I'm A Girl', tapi toh segaris tema yang kemudian dikembangkan jadi sebuah lovestory yang cukup mengharu-biru dengan highlight Dian Sastro dan chemistry luarbiasa dengan Rizky Hanggono yang kala itu baru memulai debut layar lebarnya, dibalik alunan themesong Padi 'Menanti Sebuah Jawaban', juga punya pesona yang sulit buat ditampik. 'Merah Itu Cinta'-nya Marsha Timothy dan Gary Iskak pun sama. Mengalun dengan romantisme berbeda di tengah kekurangan-kekurangannya. Penuh puitisasi dengan visual yang juga lumayan cantik. Entah kalau soal duit, tapi seharusnya Rako lebih rajin mengeksplorasi kelebihannya di genre-genre seperti yang dua ini, plus menahan diri sedikit atas keinginannya menyempalkan twist-twist tak penting yang harusnya tak perlu ada di jalinan plot yang sudah baik, hanya buat mau terlihat berbeda. 'Malaikat Tanpa Sayap' yang diluncurkan dalam momen Valentine's Day bersama 'Bila' membawa Rako kembali ke sisi lebih itu.
            Sejak kebangkrutan ayahnya, Amir (Surya Saputra), Vino (Adipati Dolken) yang merupakan anak sulung di keluarganya terpaksa putus sekolah. Kepindahan mereka ke kontrakan kecil dan post power syndrome Amir yang terus bertahan dengan harga dirinya pun membuat ibunya, Mirna (Kinaryosih) tega kabur meninggalkan Vino dan adik kecilnya, Wina (Geccha Qheagaveta) yang tertimpa kecelakaan di tengah kegalauannya. Wina yang jatuh di kamar mandi memerlukan perawatan dengan biaya besar untuk tindakan operasi kalau tak mau kehilangan kakinya, sementara Amir tak kunjung mendapat pekerjaan baru. Masalah ini kemudian terdengar oleh seorang calo penjualan organ (Agus Kuncoro) yang berseliweran di rumahsakit. Ia pun mendekati Vino untuk mendonorkan jantungnya dengan bayaran tinggi. Vino yang merasa tak punya jalan lagi menyanggupi transaksi ini tanpa menyadari resipiennya adalah Mura (Maudy Ayunda), anak seorang pengusaha kaya (Ikang Fawzi) yang dikenalnya di rumahsakit. Seorang gadis yang mencoba tegar dibalik kerapuhan fisiknya, yang langsung mencuri hati Vino sekaligus memberinya kembali semangat hidup dan jadi penyelamat keluarganya.
            Sama seperti 'Ungu Violet', masalah donor-donoran organ dalam sebuah lovestory romantis memang bukan lagi hal baru.  Meski sah saja sebagai resep konflik dalam genre sejenis, tapi dalam konteks karya Rako, ini pengulangan. Plot sampingannya dalam bentukan karakter Vino pun se-klise film-film kita yang dipenuhi problematika keluarga jatuh ketimpa tangga dan kecebur di got pula. Hingga masalah medis yang lagi-lagi, seperti rata-rata film kita, tak dilatarbelakangi survei yang layak dalam menyampaikan masalahnya. Serba ridiculous di tengah usaha mau kelihatan berbeda tapi tetap sama saja. Dari masalah kaki Wina yang seolah separah orang terkena ledakan bom padahal cuma diceritakan jatuh di kamar mandi, carut-marut gambaran fisik Mura hingga sempalan operasi transplantasi yang harus menampilkan Singapura untuk mempertahankan kenyataan padahal berdampak cukup parah pada kewajaran plotnya yang juga lagi-lagi dipaksa muncul dengan twist serba kebetulan yang malah membuat romantisasinya malah jadi sebuah letdown bagi banyak orang. Belum lagi poster dan adegan pembuka sebagai pengantar twist itu yang sebenarnya sudah sedikit blak-blakan menyampaikan sesuatu yang tak perlu ada.
            But wait. Di luar kekurangan tipikal itu, Rako ternyata juga sukses membesut sebuah lovestory yang mengharu-biru di segala sisi sinematisnya. Akting bagus para pendukungnya yang tak harus merengek-rengek dan overacting demi memancing airmata penonton, digantikan dengan puitisasi ala Rako dalam dialog-dialognya yang bisa tersampaikan tetap wajar dengan ekspresi-ekpresi sama wajarnya. Tak berlebihan, dengan sorot mata yang juga bicara sama bagusnya dalam menggambarkan keterikatan hati antar karakter di tengah konflik-konflik mereka. Semuanya menjelaskan cinta sebagai benang merah utama temanya, bahkan dari sematan komedi pada karakter Agus Kuncoro yang meski mulai terjebak sebuah tipikalisme tetap mampu muncul sebagai daya tarik tersendiri. Dan Rako memang harus diakui cukup peka ke pemilihan aktris dalam film-film drama-nya. Seperti 'Ungu Violet' dengan Dian Sastro dan 'Merah Itu Cinta' dengan Marsha Timothy, ia membaca pesona Maudy Ayunda dengan sama kuat. Akting natural Maudy dengan mudah membuat penonton jatuh cinta pada karakternya, dan chemistry-nya dengan Adipati terjalin luarbiasa kuatnya. Dialog-dialog yang dihadirkan Rako, percayalah, akan membuat seisi bioskop dipenuhi lenguhan 'oooh' dari penonton terutama para wanita yang menyaksikannya, bersama visual yang juga tak pernah jadi berlebihan namun tetap cantik dibalik kepahitan yang ada dalam plotnya. Terakhir, adalah pilihan themesong Dewi Lestari, 'Malaikat Juga Tahu' yang memang merupakan salah satu love song Indonesia terindah yang pernah ditulis, yang merangkai semuanya jadi semakin bersinar dalam romantisasi yang digelar Rako. Ini memang sisi lebih yang membuat kita jadi tak lagi sampai hati melibas kekurangan-kekurangan yang ada. Bit ridiculous in many ways, but comes adorably irresistible in its romanticism. Tak bersayap, tak cemerlang, tapi percayalah, ini sangat rupawan.


Rabu, 15 Februari 2012

selamanya


Selamanya
r.emilia.s
*****
Ariestha dan Barra adalah sepasang kekasih yang sangat mencintai, mereka bertemu di saat mereka duduk di bangku kuliah hingga sampai akhirnya Barra meninggalkan Ariestha dengan alasan yang tak jelas. Ariestha yang terlalu sayang dengan Barra tidak dapat menerima kenyataan ini sampai akhirnya Ariestha jatuh sakit …….
*****
        Arisetha terbangun dari tidurnya dengan selang-selang yang dipasang pada tubuhnya. Ariestha mengidap penyakit kanker paru-paru, ia sudah berada dirumah sakit selama seminggu. Ariestha menjadi perokok berat ketika ditinggalkan oleh Barra setahun silam.
        “Barra” hanya nama itu yang selalu ia ucapkan disetiap harinya.
Tiba-tiba air mata Ariestha mengalir di pipinya, teringat akan kenangan manisnya bersama Barra. Ariestha melepas kalung berbentuk lupu-kupu dengan tulisan Barra dibelakangnya, ia memegangnya erat dan menciumnya. Chaca sahabatnya hanya dapat menangis melihat kondisi Ariestha yang seperti ini.
        “sampai kapan lo meu nangisin orang yang belum tentu mikirin lo?” ucap Chaca masih dengan menangis.
        “sampai gue udah lelah” jawab Ariestha dengan lirih.
        ‘gue sayang lo Tha, gue ngga bisa liat lo gini terus” Chaca memeluk Ariestha.
*****
        Disisi lain Barra sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Lunna yang akan berlangsung sebulan lagi.
        “aku bagusnya ngga pake gaun ini?” ucap Lunna sambil mencoba gaun yang akan dipakainya nanti.
        Hanya sebuah anggukkan kecil yang ditunjukkan oleh Barra. Ariestha tersenyum dan segera ke kamar ganti untuk mengganti pakaiannya kembali. Barra saat itu sedang tak enak badan tiba-tiba berniat untuk ke Rumah Sakit. Ia pamit pada Lunna dan segera menuju ke Rumah Sakit .
        Hari itu Ariestha sudah dibolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya karena keadaan Ariestha berangsur membaik. Ariestha dibantu oleh Chaca segera membereskan pakaiannya dan keluar dari kamar inap. Ariestha berjalan menuju keluar ketika seseorang menabraknya.
        “maaf” ujar orang itu.
        “iya ngga apa-apa” ucap Ariestha.
        “Ariestha?” ucap seseorang yang menabrak dan ternyata Barra.
        Ariestha hanya memandang Barra dan berlari menuju keluar, Chaca lalu mengikutinya. Di depan Rumah Sakit Ariestha merasa sesak napas dan Chaca yang melihatnya segera memberi obat yang tadi sudah ditebus.
        “Tha, dia Barra kan?” Tanya Chaca
        “iya” jawab Ariestha singkat.
        Chaca segera mengambil mobilnya yang diparkir dan kembali menuju kerumahnya.
        Ariestha menuju kamar dan menangis dalam diam, Ariestha tak dapat menahan air mata ketika ia mendapati sosok Barra lagi dalam hidupnya.
Dulu ku mencintaimu terasa bahagia
Namun kau hilang tanpa  jejak
Membuat ku bertanya apa salah diriku
Hapus memori itu tak semudah dibayangkan
Bagai hantu di siang malam
Mendera batinku
Bayang dirimu begitu merasuk kalbu
       Barra sangat senang dapat bertemu Ariestha tapi Barra tidak menyangka melihat keadaan Ariestha sekarang yang semakin kurus. Diam-diam Barra mencari tau dimana Ariestha tinggal.
Hingga suatu hari …..
        Tok tok tok
        Suara ketukan pintu menganggetkan lamunan Ariestha, ia segera beranjak dari bangkunya dan membukakan pintu, betapa terkejutnya ia ketika yang di dapati adalah sosok Barra.
        “mau ngapain lo kesini?” Tanya Ariestha lirih.
        “Tha..maafin gue Tha atas kejadian setahun lalu. Gue tau lo sakit kaya gini gara-gara gue” Ucap Barra.
        “kemana aja lo selama ini? Kenapa baru dateng sekarang? Kata siapa gue kaya gini?” Tanya Ariestha dengan tersedu.
        “maafin gue Tha.. Gue tau gue salah, gue tau semua dari Chaca” Barra memegang tangan Ariestha.
        “lepasin! Pergi lo dari sini” bentak Ariestha dengan tetap menangis.
        “Tha tunggu Tha” Barra merengkuh tubuh Ariestha dan membiarkan Ariestha menangis dalam pelukannya. Pelukkan inilah yang membuat Airestha tidak dapat melupakan Barra. Pelukan hangat tanpa kepalsuan, pelukan yang mampu membuat Ariestha merasa tenang.
        “Barra pergi Barr, gue ngga mau terkenang lagi sama masa lalu gue” isak Ariestha.
        “enggak Tha, gue ngga bakalan lepasin lo. Gue tau lo bilang gitu cuma di mulut aja, sbenernya lo tersiksa kan? Tha gue sayang lo Tha” ucap Barra.
        “Barra lepasin Barr, pergi lo dari hidup gue” ucap Arietah sambil berusaha melepas pelukkan Barra.
        “gue bakalan pergi dari hidup lo. Tapi gue mohon sekali ini aja ikut gue, ya?” Tanya Barra lalu Ariestha pun mengangguk dan mereka berdua pergi.

        Barra dan Ariestha tiba di sebuah dermaga dimana dahulu mereka menyatakkan cinta, bercanda tertawa bersama, menangis bersama dan semua kenangan yang tak akan pernah dilupakan oleh lubuk hati mereka berdua.
        Mereka berdua tersenyum melihat ke arah laut, Ariestha melepas kalung berbentuk setengah kupu-kupu, begitu juga dengan Barra. Mereka menyatukan kalung itu sehingga membentuk kupu-kupu lalu mereka tertawa. Semua terasa indah dan sangat indah. Sore hingga petang dihabiskan mereka berdua di dermaga itu.
Bila malam menjelang
Ingin kuhitung lagi
Segenap jumlah bintang
Yang bersinar di wajahmu
Akhirnya semua telah berakhir
Bagai mimpi buruk
Menerjang ruang batin hidupku tak berperasaan
Ku diam tertegun menatap pilu dirimu
Kau begitu indah
Dunia serasa mati’hilang semangat hidup
Aku rindu padamu
Aku teramat sayang
        Barra mengantar Ariestha menuju rumah Chaca. Ariestha turun dari mobil dan diantarkan Barra sampai depan pintu, ketika itu Ariestha batuk dan mengeluarkan darah.
        “lo kenapa Tha?” Tanya Barra panik.
        “nggak apa-apa Barr, makasih buat hari ini” jawab Ariestha langsung masuk ke dalam rumah.
        Barra memanggil Ariestha tetapi tidak dijawab, dengan langkah lemas Barra menuju mobilnya dan segera pulang ke rumahnya.
        Ariesta menuju ke kamarnya dan segera meminum obat untuk mengurangi rasa sakit pada dadanya setelah itu Ariestha seegera beranjak tidur.

        Pagi-pagi sekali Ariestha bangun dan menyiapkan sarapan untuknya dan Chaca karena hari itu adalah hari minggu biasanya Chaca pergi jogging bersama kekasihnya dan Ariestha hanya berdiam diri dirumah.
        “udah siap Cha?” Tanya Ariestha yang melihat Chaca keluar dari kamarnya.
        “udah nih” jawab Chaca sambil merapikan bajunya.
        “sarapan dulu nih” tawar Ariestha.
        “iya makasih sayang” Chaca mencium pipi Ariestha. Ariestha tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala. Setelah makan usai Chaca pergi dan Ariestha hanya duduk santai di ruang tamu sambil membaca majalah.

        Siang itu Barra menemani Lunna untuk mempersiapkan undangannya, tetapi Barra hanya melamun. Raganya berada disamping Lunna tetapi pikirannya melayang jauh memikirkan Ariestha, masa lalu yang tak pernah bisa dilupakannya.
        “kamu kenapa sih? Kalo belum siap bilang aja” Lunna berbicara dengan tampang tanda Tanya.
        “ngga aku ngga apa-apa. Aku siap kok, udah dilanjutin aja”jawab Barra sambil tersenyum kea rah Lunna.
       

        Seusai mempersiapkan undangan, Barra menuju ke rumah Chaca untuk bertemu Ariestha. Barra mengajak Ariestha untuk membuat kerajinan dari tanah liat dan Ariestha mau. Dahulu memang mereka berdua suka sekali mebuatnya, sekarang Barra ingin mengenang semua itu lagi bersama Ariestha. Ariestha sangat senang dan langsung membuat kupu-kupu dari tanah liat. Mereka berdua sangat senang hari sehingga tidak sadar bahwa Lunna melihat mereka berdua, Lunna memang sengaja mengikuti Barra karena akhir-akhir ini sikap Barra aneh. Sekarang Lunna tau semuanya.

        Esoknya Ariestha kembali lagi ketempat itu tanpa di damping Barra, Lunna sengaja datang ke tempat itu dan berbicara kepada Ariestha.
        “ariestha”
        “lo siapa?” Tanya Ariestha
        “gue Lunna” jawabnya.
        “oh, ada apa?” ucap Ariestha
        “gue Lunna tunangan Barra”…………….

        Ariestha pulang kerumah dalam keadaan menangis terisak, Chaca lalu menghampiri dan bertanya kepada Ariestha tentang apa yang terjadi.
        “lo kenapa Tha?” Tanya Chaca
        “Barra itu brengsek! Dia udah punya tunangan Cha! Tadi tunangannya nyamperin gue!” Ariestha bercerita dengan diiringi isak tangis.
        “brengsek banget Barra, kurang ajar banget!” Chaca ikut marah mendengar cerita Ariestha.
        “gue cape Tha, cape!” Ariestha berlari menuju kamar dan menguncinya.
Tak disangka di kamar Ariestha mengambil pisau dan menggoreskan tepat di nadinya sehingga darah bercucuran. Chaca segera berlari menuju kamar, Chaca mendapati pintunya dikunci lalu berlari mencari kunci cadangan dan membuka kamar Ariestha. Chaca segera mengambil ponsenlnya dan menelepon Barra. Barra datang dengan cepat lalu mengikat tangan Ariestha agar darah berhenti mengalir, Barra meletakkan Ariestha di ranjangnya. Semalam itu Barra tidur di rumah Chaca untuk menemani Ariestha ketika sebelumnya ia datang ke Taman untuk memenuhi panggilan Lunna.
“ini cincin aku kembaliin ke kamu, aku selalu ragu-ragu sama kamu, kamu ngga pernah siap nikah sama aku. Aku sadar aku ngga bisa jadi Ariestha, kalian berdua kan punya ikatan dan aku juga ngga akan mampu bersaing dengan masa lalu kamu” ucap Lunna
“aku ngga akan menyangkal semua omongan kamu itu bener, tapi apa yang bisa aku lakuin untuk menebus semua salah aku ke kamu?” Tanya Barra.
Lunna hanya menggeleng dan pergi meninggalkan Barra.

Pagi itu Ariestha bangun lalu Barra ikut terbangun.
“Aku udah tau semua” ucap Ariestha
“iya tapi itu dulu, sekarang aku udah ngga ada apa-apa lagi sama Lunna” jawab Barra.
“Aku ngga mau jadi orang yang merusak pernikahan kamu!” bentak Ariestha.
“aku ngga bakal bisa bahagia kalo aku nikah sama dia. Bahagiaku itu kamu!” ucap Barra lalu memeluk Ariestha.
*****
Siang itu Barra menemani Ariestha menuju makan ibunda Ariestha yang telah wafat. Disana mereka mendoakan Ibunda Ariestha. Lalu Barra berkata….
“tante aku minta restu. Aku mau menikah sama Ariestha, aku pengen hidup bahagia sama Ariestha, restuin ya” ucap Barra
“iya mah, aku mau diajak nikah sama Barra, restuin kami ya?” Ariestha ikut berbicara. Setelah itu mereka berdua pergi dari makam.

Malamnya, dirumah Barra diadakan pesta Barbeque, pesta kecil yang diadakan oleh Barra dengan kakaknya, Chaca, dan Ariestha. Ariestha menghampiri Barra yang sedang memanggang lalu mencium pipinya.
“ini, udah matang, bawain meja ya?” pinta Barra.
Ariestha tersenyum dan membawanya, ketika ditepi kolam renang Ariestha batuk dan mengeluarkan darah lagi, Ariestha sangat pusing hingga piring yang dibawanya jatuh lalu Ariestha jatuh ke dalam kolam renang. Barra segera mengangkat Ariestha dan membawanya menuju Rumah Sakit. Ia dibawa ke UGD. Setelah beberapa lama diperiksa dokter yang menanganinya keluar.
“mana keluarga Ariestha” Tanya dokter
“saya tunangannya” jawab Barra
“mari ikut saya sebentar” pinta dokter lalu Barra dibawa ke dalam ruangan dokter.
“bagaimna dok?” Tanya Barra.
“ia mengalami kanker paru-paru yang sudah sangat akut, apa dia perokok berat?” Tanya dokter
“iya dok, dulu. Tapi sekarang sudah bersih” jawab Barra
“disamping kanker paru-parunya yang akut, kini jantungnya pun ikut terserang, denyutnya melemah. Saya sekarang tidak dapat berjanji apa-apa untuk kesembuhannya, tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin” jelas dokter lalu beranjak pergi. Barra hanya dapat menangis mendengar perkataan dokter.
Sudah tiga hari Ariestha mengalami koma, Barra tetap setia menjaganya siang dan malam.
“Tha.. Nanti kalo kita menikah, kamu mau bulan madu dimana? Mau di Paris atau dimana? Pasti kamu pengen banget ke Paris. Iya kan? Terus kalo kita udah punya anak, kamu mau punya anak berapa? Kalo aku sih maunya banyak biar rumah kita rame terus” ucap Barra sambil menangis.
Ariestha menggerakkan tangannya dan perlahan membuka matanya lalu tersenyum kepada Barra. Barra teramat senang karena Ariestha sudah sadarkan diri.
Sudah satu minggu Ariestha berada dirumah sakit setelah koma, ia masih harus rawat inap. Ariestha terbangun dari tidurnya dan yang didapati hanyalah Chaca yang berada disampingnya sambil menangis.
“Barra mana? Lo kenapa nangis?” Tanya Ariestha.
“Barra di ruang dokter Tha, gue ngga apa-apa kok, gue sayang lo Tha” Chaca memeluk Ariestha dengan masih menangis.
“Cha? Bener kan hidup gue ngga bakalan bisa lama lagi?” Tanya Ariestha
Chaca hanya dapat menangis di pelukkan Ariestha.

Malam itu Barra menemani Ariestha.
“Barra? Kalo kamu bisa meutar waktu, kamu pengen kembali ke masa mana?” Tanya Ariestha.
“aku bakal balik ke masa kita pacaran dan saat itu aku ngga pengen ninggalin kamu, gara-gaara aku kamu jadi kaya gini. Kalo kamu?” Tanya Barra juga.
“kalo aku pengen balik ke tempat dermaga waktu kita pertama ketemu. Barr, aku ngga pernah nyesel sama semua yang udah kita lewatin bareng-bareng selama ini” jawab Ariestha, lalu Barra memeluk Ariestha erat.

Esoknya Ariestha sudah diperbolehkan pulang karena keadaannya sudah cukup membaik. Ariestha istirahat dirumah selama dua hari. Setelah itu Ariestha dan Barra menentukkan tempat dan segala keperluan untuk pernikahannya nanti. Ariestha memilih tempat di dermaga untuk melangsungkan akad nikahnya. Dan Ariestha memilih gaun berwarna putih untuk dipakai di pernikahannya.
Hingga hari yang dinanti-nati oleh Ariestha dan Barra tiba. Mereka menuju ke dermaga dan mengucap ikrar suci janji sehidup semati di depan penghulu dengan saksi kakak Barra dan Chaca. Setelah itu Barra menggendong Ariestha ke ujung Dermaga.
“Barr, kamu tau ngga, ada dua warna putih yang paling sempurna? Cinta.. dan kamu” ucap Ariestha yang ternyata untuk terakhir kalinya. Barra memeluk Ariestha erat. Ariestha meninggal di pelukan Barra. Suami yang sangat dicintai Ariestha.
*****


         
·        Ini aku buat biar semua orang nggak nyesel sama keputusan yang udah diambil.

By :
Free Blog Templates